Pages

Jumat, 10 Juni 2011

BERDIRINYA KHAWARIJ

BAB I
PENDAHULUAN

Makalah ini akan menfokuskan pembahasan pada aliran Khawarij, yang tercatat dalam sejarah memiliki pandangan-pandangan politik dan teologi yang ekstrem. Dan latar belakang apa yang menyebabkan Khawarij tidak saja mempunyai pandangan-pandangan politik dan teologi yang ekstrem tapi juga berperilaku keras bahkan cenderung kejam. Mereka suka menyabung nyawa dalam bahaya meskipun tidak ada pendorong untuk berbuat itu. Ironisnya mereka sangat kejam dan sama sekali tidak toleran dengan perbedaan pendapat sesama Muslim, tapi sangat toleran dengan Ahlul Kitab.
Tapi sebelum menganalisis masalah di atas penulis akan deskripsikan terlebih dahulu asal usul dan perkembangan Khawarij, dengan tekanan pada asal usul, untuk dapat melihat secara jelas bagaimana persoalan politk diberi legitimasi teologi. Sedangkan mengenai doktrin pemikiran politik dan teologi Khawarij itu sendiri tidak dibicarakan secara khusus, tetapi hanya beberapa doktrin diungkapkan dalam perjalanan bahasan kesejarahan tentang perkembangan pemikiran itu sendiri
Kematian khalifah ‘Utsman ibn ‘Affan secara tragis melalui tangan para perusuh tahun 35 H telah menyebabkan terjadinya beberapa peristiwa yang mengguncang tubuh umat Islam. Salah satu di antaranya adalah perang Shiffien, 2 tahun setelah ‘Ali ibn Abi Thalib dibai’at jadi khalifah menggantikan ‘Utsman.
Perang besar antara kubu ‘Ali dengan kubu Mu’awiyah ibn Abi Sufyan itu, tidak hanya mengoyak umat Islam menjadi dua kubu besar secara politis, tetapi juga melahirkan dua aliran pemikiran yang secara ekstrem selalu bertentangan yaitu Al-Khawarij dan Syi’ah. Misalnya Khawarij mengkafirkan dan menghalalkan darah ‘Ali setelah peristiwa, sementara Syi’ah belakangan mengkultuskan ‘Ali demikian rupa sehingga seolah-olah ‘Ali adalah manusia tanpa cacat. Sekalipun semula kedua aliran tersebut bersifat politik tapi kemudian untuk mendukung pandangan dan pendirian politik masing-masing, mereka memasuki kawasan pemikiran agama (baca: teologi).























BAB II
PEMBAHASAN

A. LATAR BELAKANG BERDIRINYA KHAWARIJ
Pada tahun 37 H Mu’awiyah, Gubernur Syria memberontak terhadap Amir al-Mu’minin ‘Ali ibn Abi Thalib. Pemberontakan itu meletus karena dalam suasana berkabung dan emosi yang meletup-letup karena pembunuhan ‘Utsman, ‘Ali mengeluarkan keputusan yang tidak strategis sebagai seorang kepala negara, yaitu pemecatan Mu’awiyah dari jabatan Gubernur Syria. Dengan pemecatan itu Mu’awiyah punya dua alasan untuk melawan ‘Ali. Tidak jelas mana yang lebih dominan, apakah karena ingin menuntut balas atas kematian ‘Ustman atau ingin mempertahankan jabatannya sebagai Gubernur.
Sebelum peperangan meletus, ‘Ali sudah mengirim Jarir ibn Abdillah al-Bajuli untuk berunding dengan Mu’awiyah. Tapi perundingan tidak berhasil mencegah peperangan karena tuntutan Mu’awiyah yang terlalu berat untuk dipenuhi oleh ‘Ali. Mu’awiyah menuntut dua hal: (1) ekstradisi dan penghukuman terhadap para pelaku pembunuhan Amir al Mu’minin ‘Utsman ibn ‘Afan; dan (2) pengunduran diri ‘Ali dari jabatan Imam (khalifah) dan dibentuk sebuah Syura untuk memilih khalifah baru.
Sebelum peperangan benar-benar meletus ‘Ali mengirim kembali juru runding yang terdiri dari Syabats ibn ‘Aibi al-Yarbu’i at-Tamimi, ‘Ali ibn Hatim at-Tha’i, Yazid ibn Qais al-Arhabi, dan Ziyad ibn Khasafah at-Taimi at-Tamimi, untuk merunding dengan Mu’awiyah. Tapi perundingan inipun juga berakhir dengan kegagalan. Makalah ini tidak akan menguraikan tentang perang Shiffien secara rinci, yang penting diungkap di sini dalam kaitannya dengan kelahiran aliran Khawarij adalah ide ‘Amru ibn ‘Ash dari pihak Mu’awiyah untuk memecah belah pasukan ‘Ali dengan mengangkat lembaran mushhaf Al-Qur’an dengan ujung tombak sebagai isyarat mohon perdamaian dengan bertahkim kepada Kitab Suci Al-Qur’an. Tiga Sejarawan Muslim besar, At-Thabari, Ibnu al-Atsir dan Ibnu Katsir menyebutkan peristiwa itu dalam kitab mereka masing-masing. Menurut ‘Amru, tawaran bertahkim kepada Al-Qur’an itu akan diterima oleh sebagian pengikut ‘Ali dan akan ditolak oleh yang lain. Ali terpaksa mengikuti kehendak mereka, Al-Asy’asts ibn Qais menawarkan diri untuk menemui Mu’awiyah dan menanyakan apa yang diinginkannya dengan mengangkat mushhaf seperti itu. ‘Ali menyetujuinya. Kedua juru runding itu mengumumkan hasil kesepakatan mereka. Yang duluan bicara adalah Abu Musa, baru kemudian ‘Amru. Tapi kemudian ’Amru menghianati Abu Musa dengan secara sepihak mengukuhkan Mu’awiyah menjadi Khalifah tanpa menurunkannya terlebih dahulu seperti yang disepakat. Dalam pihak Ali sebagian memenuhi anjuran ‘Ali; ada yang bergabung kembali dan ada yang pulang kampung serta ada yang menyingkir ke daerah lain. Namun ada kelompok orang yang tetap membangkang. Mereka menyerang pasukan ‘Ali pada tanggal 9 Shafar 38 H yang dikenal dengan pertempuran Nahrawan yang mengenaskan itu. Hampir semua mereka mati terbunuh. Hanya delapan orang saja yang selamat.
Sejak peristiwa Nahrawan itu lah kelompok Khawarij yang terpencar di beberapa daerah semakin radikal dan kejam. ‘Ali sendiri kemudian menjadi korban dibunuh oleh ‘Abdurrahman ibn Muljam Al-Murdi, yang anggota keluarganya terbunuh di Nahrawan.

A 1. Sekte Sekte Khawarij
Bahwa dalam perkembangan selanjutnya Khawarij terpecah menjadi beberapa kelompok sebagian ushul dan yang lain furu’.
1. Al-Muhakkimah
Al-Muhakkimah adalah nama lain dari Khawarij, karenanya ia bukan subsekte dari Khawarij. kelompok ini yang pertama kali memakai Syi’ar “lâ hukma illa lillâh”.
2. Al-Azariqah
Kelompok ini terbesar setalah Al-Muhakkimah, yang dibentuk oleh Nafi’ Ibn al-Azraq. Kelompok ini lebih keras dan radikal dari pada kelompok sebelumnya. Karena tidak lagi memakai term “kafir” bagi yang melanggar pemahaman Azariqah, tapi sampai kepada term “musyrik”. Lebih jauh mereka menilai semua orang termasuk golongan mereka sendiri, yang tidak mau berhijrah ke lingkungan al-Azariqah adalah musyrik dan harus diperangi. Pemahaman kelompok ini yang terlalu radikal, kemudian memicu perpecahan.
3. Al- Najdat
Abu fudaik, Rasyid at-Tawil dan Atiah al-Hanafi dari al-Azariqah, yang tidak sependapat dengan pemahaman radikal Azariqah, memisahkan diri dan pergi ke Yammah. Didaerah ini terdapat kelompok yang dibentuk Najdah Ibn ‘Amir al-Hanafi yang sesungguhnya mau bergabung dengan kelompok al-Azariqah, kemudian dirangkul oleh Abu Fudaik. Walaupun Najdah diangkat sebagai Imam, namun apabila kelompoknya tidak memerlukan kepemimpinan, maka Imam tidak diperlukan lagi. Dalam kelompok ini juga dikenal paham taqiah, yaitu merahasiakan pemehaman demi keamanan. An-Najdat tergolong lunak terhadap pihak luar, hal ini kemudian memicu perpecahan, Atiah al-Hanafi mengasingkan diri ke Iran, sedangkan Abu fudaik dan Rasyid at-Tawil mengadakan perlawanan terhadap Najdah.
4. Al-‘Ajaridah
Mereka adalah pengikut Abd Karim Ibn ‘Ajrad, kelompok ini lebih lunak dari kelompok sebelumnya. Dengan paham bahwa anak kecil tidak menanggung dosa oaring tuanya.
5. Al- Sufriyah
Dipimpin oleh Ziad Ibn as-Asyfar, kelompok ini sama ekstrimnya dengan Azariqah. Mereka membagi term kufur menjadi kufur bi an-ni’mah dan kufur bi ar-Rububiyah, sehingga tidak semua kufur dianggap keluar dari Islam.
6. Al-Ibadiyah
Kelompok ini paling moderat dari yang lain. Nama al-Ibadiyah diambil dari nama Abdullah Ibn Ibad yang keluar dari Azariqah pada tahun 686 M. mereka menganggap perbuatan dosa besar tidak mengakibatkan kekafiran, mereka tetap dianggap muwahhid tapi bukan mukmin.

A 2. Dasar-Dasar Pemikiran Khawarij
Karakteristik kelompok Khawarij yang primitive, dan fanatisme yang kuat membuat kelompok ini cenderung gegabah dan tergesa-gesa dalam mengambil keputusan. Dalam usaha perspektifitas dasar hukum, mereka cenderung menafsirkannya secara dzohir saja. ini terbukti dalam beberapa dasar hukum pemikirannya.
1. Dalam hal pengkafiran pelaku dosa, mereka mengambil beberapa ayat Al-Qur’an sebagai dasar hukumnya, antara lain QS: 3, 97.
2. Dalam hal prinsip bahwa tidak ada hukum kecuali hukum Allah, diambil dari QS: 5, 44.



B. POKOK POKOK AJARAN
Secara umum, ajaran-ajaran pokok golongan ini adalah:
1. Kaum muslimin yang melakukan dosa besar adalah kafir.
2. Kaum muslimin yang terlibat dalam perang Jamal, yakni perang antara Aisyah, Thalhah, dan Zubair melawan 'Ali ibn Abi Thalib dan pelaku arbitrase (termasuk yang menerima dan membenarkannya) dihukumi kafir.
3. Khalifah harus dipilih rakyat serta tidak harus dari keturunan Nabi Muhammad SAW dan tidak mesti keturunan Quraisy. Jadi, seorang muslim dari golongan manapun bisa menjadi kholifah asalkan mampu memimpin dengan benar.
4. Pembentukan Khilafah harus dari pemilihan umum yang bebas dan adil dari seluruh kamu muslimin tanpa sekat golongan.
5. Khilafah tersebut akan terus memimpin dalam priode tertentu selama tidak melanggar syariat (versi mereka). Bila terbukti melanggarnya, maka harus dibubarkan dan diperangi.
6. Khilafah Islamiyah tidak dikhususkan untuk satu golongan tertentu, tapi semua golongan muslimin mempunyai hak yang sama dalam khilafah. Bahkan menurut mereka khalifah yang diluar golongan Quraisy lebih direkomendasikan, karena pada prosesnya nanti apabila khilafah terbukti melanggar syari’at, akan gampang proses pengalihan kekuasaannya. Bahkan menurut an-Najdât, salah satu sekte dari Khawarij. Pembentukan Khilafah tidak wajib apabila seluruh kaum muslimin dapat memperbaiki dan menjaga segala aspek kehidupannya bersama-sama.
7. Mereka menilai bahwa kesalahan pemikiran dalam suatu kajian tertentu yang kemudian menimbulkan kesimpulan yang salah pula (menurut versi mereka), adalah perbuatan dosa. Dan perbuatan sama dengan perbuatan kufur. (Abu Zahrah: 65-66)


C. TOKOH TOKOH KHOWARIJ
`Tokoh-tokoh utama Khawarij antara lain:
1. 'Abdullah bin Wahhab ar-Rasyidi
2. Urwah bin Hudair
3. Mustarid bin Sa'ad
4. Hausarah al-Asadi
5. Quraib bin Maruah
6. Nafi' bin al-Azraq
7. 'Abdullah bin Basyir
8. Najdah bin Amir al-Hanafi














BAB III
ANALISIS

Secara etimologis, yang disebut Khârij, adalah siapa saja yang keluar dari (barisan) imam yang hak yang telah disepakati oleh jama’ah, baik ia keluar pada masa sahabat di bawah pimpinan al-Aimmah ar-Râsyiddîn atau pada masa tabi’in atau pada masa imam mana pun di setiap masa. Tapi secara terminologi apalagi secara historis nama Khawarij hanya diberikan kepada kelompok yang keluar dari kubu ‘Ali seperti yang disebut di atas, dan disebut juga al-Haruriyah karena mereka pergi memisahkan diri ke Harura. Tapi dibanding dengan nama-nama lain yang dipanggilkan kepada mereka maka nama Khawarij lah yang paling umum bisa dipakaikan untuk semua kelompok pecahan Khawarij, sebab dalam perkembangan sekanjutnya kelompok ini paling mudah memisahkan diri dari kelompok awalnya karena perbedaan pendapat yang kadang-kadang tidak prinsip. Khuruj sudah merupakan dustur mereka.
Khawarij memiliki pemikiran dan sikap yang ekstrem, keras, radikal dan cederung kejam. Misalnya mereka menilai ‘Ali ibn Abi Thalib salah karena menyetujui dan kesalahan itu membuat ‘Ali menjadi kafir. Mereka memaksa ‘Ali mengakui kesalahan dan kekufurannya untuk kemudian bertaubat. Begitu ‘Ali menolak pandangan mereka walaupun dengan mengemukakan argumentasi, mereka menyatakkan keluar dari pasukan ‘Ali dan kemudian melakukan pemberontakan dan kekejaman-kekejaman.
Untuk mendukung pandangan mereka baik dalam aspek politik maupun teologi, mereka menggunakan ayat-ayat Al-Qur’an. Mereka gampang sekali menggunakan ayat-ayat Al Qur’an untuk menguatkan pendapat-pendapat mereka.
Yang menarik kita teliti adalah, latar belakang yang menyebabkan mereka memiliki pandangan seperti itu. Untuk menjawab pertanyaan tersebut kita perlu melakukan analisis terhadap pengertian istilah Qurra’ atau Ahl al– Qurra’, sebutan mereka sebelum menjadi Khawarij. Apakah istilah itu berarti para penghafal Al-Qur’an atau orang orang kampung. Kalau yang benar adalah yang pertama maka persoalannya adalah persoalan teologis murni (persoalan intepretasi yang sempit dan picik), tapi kalau yang benar adalah yang kedua persoalannya adalah persoalan sosial politik. Inilah kata kunci yang dapat membantu kita memahami latar belakang ekstremitas Khawarij.
Melihat pemahaman Khawarij yang dangkal dan literer terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang mereka jadikan dalil membenarkan pandangan dan sikap politik mereka, maka mengartikan istilah Qurra’ bukan sebagai para penghafal Al-Qur’an, tetapi orang-orang desa. Ahlu al-Qurra’ lebih tepat diartikan sebagai ‘para penetap’ walaupun Ahl al-Qurra’ bisa juga berarti para penghafal Al-Qur’an. Tetapi yang jelas ialah bahwa al-Qurra’ itu ialah golongan manusia di Kufah, atau sebagian dari golongan asyrâf, orang-orang kenamaan dan pemimpin-pemimpin Kufah yang tinggal atau menguasai kampung-kampung di Irak dan disifatkan sebagai orang-orang yang bodoh. Sebagian dari mereka ini telah disingkirkan dari jabatan-jabatan penting dalam masa pemerintahan Khalifah ‘Utsman.
Khawarij pada umumnya terdiri dari orang-orang Arab Badawi. Hidup di padang pasir yang membuat mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran, tetapi keras hati serta berani, dan bersikap merdeka, mereka tetap bersikap bengis, suka kekerasan dan tak gentar mati jauh dari ilmu pengetahuan. Oleh karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham orang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta fanatik. Iman yang tebal, tetapi sempit, ditambah lagi dengan sikap fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolelir penyimpangan terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walau pun penyimpangan dalam bentuk kecil. Di sinilah letak penjelasannya, bagaimana mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi golongan-golongan kecil serta mengadakan perlawanan terhadap penguasa-penguasa Islam dan umat Islam yang ada di zaman mereka.
Sifat-sifat Khawarij
1. Mencela dan Menyesatkan
Orang-orang Khawarij sangat mudah mencela dan menganggap sesat Muslim lain, bahkan Rasul saw. sendiri dianggap tidak adil dalam pembagian ghanimah
2. Buruk Sangka
Fenomena sejarah membuktikan bahwa orang-orang Khawarij paling mudah berburuk sangka. Mereka berburuk sangka kepada Rasulullah saw. bahwa beliau tidak adil dalam pembagian ghanimah, bahkan menuduh Rasulullah saw. tidak mencari ridha Allah. Mereka tidak cukup sabar menanyakan cara dan tujuan Rasulullah saw. melebihkan pembesar-pembesar dibanding yang lainnya. Padahal itu dilakukan Rasulullah saw. dalam rangka dakwah dan ta’liful qulub. Mereka juga menuduh Utsman sebagai nepotis dan menuduh Ali tidak mempunyai visi kepemimpinan yang jelas.









BAB IV
KESIMPULAN

1. Dari kajian diatas, dapat kami simpulkan beberapa poin berikut:
2. Penyebab mendasar dari lahirnya kelompok Khawarij adalah kepicikan pemikiran di tubuh Khawarij, yang ditimbulkan oleh komposisi pendukungnya yang mayoritas orang Arab Badui ( pedalamn ).
3. Pergeseran pemikiran kelompok ini, dari gerakan politik menjadi gerakan aqidah, juga gambaran kepicikan dan sempitnya wawasan. Mereka sebenarnya tidak menemukan alasan yang tepat untuk menutupi “motivasi” yang sebenarnya dari pemberontakan
4. Walaupun Khawarij berkelompok-kelompok dan bercabang-cabang, mereka tetap berpandangan sama dalam dua prinsip :
-. Persamaan pandangan mengenai kepemimpinan. Mereka sepakat bahwa khalifah hendaknya diserahkan mutlak kepada rakyat untuk memilihnya, dan tidak ada keharusan dari kabilah atau keturunan tertentu, seperti Quraisy atau keturunan nabi.
-. Persamaan pandangan yang berkenaan dengan aqidah. Mereka berpendapat bahwa mengamalkan perintah-perintah agama adalah sebagian dari iman, bukan iman secara keseluruhan.






BAB V
DAFTAR PUSTAKA


1. Harun Nasution; Teologi Islam, Jakarta:UI-Press, Cet.V
2. Shiddiqi, Nouruzzaman, Syi’ah dan Khawarij dalam Perspektif Sejarah, Yogyakarta, PLP2M, cet, I, 1985.
3. Romly Qamaruddin Abu Yazid; Memahami Manhaj Islam:Membedah Ummahatul Firaq,. Jakarta:Al Bahr Press,2008, cet.I
4. Abdurrahman Thayyib; Kafir Tanpa Sadar:Membawa paham Takfir, Maktabah Abu Salma, hal. 3, http://dear.to/abusalma
5. Luqman bin Muhammad ba'abduh, Mereka Adalah Teroris,.Malang:Pustaka Qaulan Sadida,2005, Cet.II

0 komentar:

Posting Komentar