Pages

Sabtu, 07 Mei 2011

PENCURIAN (SHIRQAH)


PENCURIAN (SHIRQAH)

I.       PENDAHULUAN
Di zaman sekarang ini, di negara kita sangat rawan adanya kriminalitas. Diantaranya yaitu pencurian, pembunuhan, perampokan dikarenakan sulitnya lapangan pekerjaan yang ada di negara kita ini, sehingga timbullah kejahatan-kejahatan diantaranya adalah seperti di atas , tapi dalam makalah ini yang akan di bahas adalah mengenai pencurian.
Karna pencurian ini adalah kejahatan yang sering dilakukan oleh banyak kalangan manusia pada umumnya, selain itu adalah suatu kejahatan yang dilarang oleh agama maupun pemerintah

II.    PERMASALAHAN

Dengan makalah saya akan membahas tentang:
a.      Pengertian mencuri
b.     Syarat nilai barang curian
c.      Pencurian oleh orang banyak
d.     Syarat-syarat pencuri yang harus dikenai hadd.

III. PEMBAHASAN

A.    Pengertian


Kata “shariqah” menurut bahasa adalah mengambil harta dengan sembunyi- sembunyi. Sedang menurut syara’ adalah mengambil harta secara sembunyi–sembunyi dan aniaya dari tempat simpanan harta itu tadi.[1]sedangkan menurut bahasa mencuri adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi tanpa adanya amanat untuk menjaga barang tersebut.[2] Saya katakan demikian karena fuqaha sepakat bahwa pengkhianatan penumpasan secara halus (korupsi, ikhtilas) tidak terkena hadd potong tangan, kecuali pendapat Iyas bin Muawiyah yang menjatuhkan had potong tangan dalam kasus perampasan secara halus (korupsi).[3]
Segolongan fuqaha juga mewajibkan potong tangan bagi seseorang yang meminjam perhiasan, kemudian mengingkari nya. Pendapat ini berdasarkan sebuah hadist yang berbunyi:
اَنها كانت تستعير لحلى, وان رسول الله ص م قطعها لموضع جحودها (احرجه مسلم وابو داود)
Artinya: “Bahwa seorang perempuan makzumiyah (dari kabilah makzum) meminjam perhiasan, dan Rasul memotong tangannya karena mengingkarinya. (HR. Muslim dan Abu Daud)
B.     Syarat nilai barang curian
Ada beberapa syarat yang harus di perselisihkan berkenaan dengan barang yang di curi, diantaranya yang terkenal adalah syarat nishab. Adapun nishab mencuri yaitu 3 dinar dan barang itu sudah di simpan dan kalau kurang dari satu nishab atau sudah cukup satu nishab tetapi tidak dalam keadaan terjaga, tidak boleh dipotong tangannya.[4] Jumhur fuqaha juga mensyaratkan nishab, kecuali pendapat yang diriwayatkan dari Hasan Al Basri yang mengatakan bahwa sedikit yang di curi itu atau banyak.[5]mungkin Hasan Al Basri itu beralasan dengan hadits abu hurairah yang ditarjih oleh Bukhari dan  Muslim dari Nabi Muhammad SAW :
لعن الله السارق يسرق عيضة فتقطع يده ويسرق الحبل فتقطع يده (احرجه البخارى)

Allah melaknati pencuri, ia mencuri telur, lalu dipotong tangannya, dan ia mencuri tali lalu dipotong tangannya. (HR. Bukhari dan  Muslim).
C.    Pencurian oleh orang banyak
                  Dari masalah ini fuqoha’ berselisih, yaitu apabila orang banyak mencuri , maka menurut Malik, maka semua pencuri itu di potong tangan nya , pendapat ini juga dipegangi oleh Syafi’I, Ahmad, dan Abu Tsaur
      Sedang menurut Abu Hanifah, tangan mereka tidak di potong , sehingga masing –masing orang itu mencuri harta yang mencapai satu nishab.[6] Sedangkan menurut fuqoha’ yang menetapkan hukuman potong tangan atas semuanya  ber pen dapat bahwa hukuman tersebut hanya berkaitan dengan kadar yang di curi. Nilai barang curian itulah yang mengharuskan dikenainya hukuman potong tangan , demi untuk menjaga keselamatan harta.

D. Syarat-syarat pencuri yang harus dikenai hadd.

Mencuri adalah sebagian dari dosa besar, orang yang mencuri wajib di hukum yaitu di potong tangan nya, Apabila ia mencuri yang pertama kalinya  maka di potong tangan nya yang kanan (dari pergelangan tapak tangan ), bila mencuri yang kedua kalinya , maka di potong kaki kirinya (dari ruas tumit) , mencuri yang ketiga kalinya  di potong tangan nya yang kiri, dan yang ke empat di potong kaki nya yang kanan . dan kalau ia masih mencuri maka ia dipenjarakan sampai tobat.
Adapun syarat- syarat pencuri yang harus dipotong tangan adalah
1.     Baligh
2.     Berakal
3.     Barang yang di curi genap satu nishab
4.     Barang yang di curi bukan miliknya sendiri dan bukan barang yang mirip dengan miliknya.
1)     Baligh dan berakal
Pencuri yang sudah baligh, berakal dan tidak dipaksa oleh orang lain, baik ia orang muslim, dzimmi atau murtad harus dipotong tangannya, anaknya orang gila dan orang yang dipaksa (oleh orang lain) mencuri tidak dipotong tangannya (tidak dijatuhi hukuman)[7]
2)     Barang yang di curi genap satu nishab
Tangan pencuri boleh dipotong (harus) apabila barang yang di curi satu nishab, yaitu 3 dinar dan barang itu sudah disimpan.
3)     Barang yang di curi bukan miliknya sendiri dan bukan barang yang mirip dengan miliknya.
Orang yang mencuri barang milik orang lain wajib dipotong tangannya, tapi apabila barang yang di curi mirip miliknya sendiri maka tidak dipotong tangannya. Seperti:
v    Mencuri barang miliknya
v    Mencuri barang sendiri yang dipinjam
v    Mencuri barang bangsa sendiri
Adapun selain itu barang yang mirip miliknya sendiri seperti milik ayah, milik anak,. Apabila kita mengambil barangnya maka tidak dikenai hadd[8].
Sedangkan kerja sama dua orang pencuri dan apabila satu berada di dalam dan yang satu berada diluar, itu dalam madzab Maliki terjadi perbedaan pendapat. Jika dua orang pencuri bekerja sama dengan cara yang satu bertugas mengambil barang di dalam rumah, kemudian mendekatkan barang yang di curi ke sebuah lubang di rumah itu, lalu diterima oleh pencuri yang diluar, maka menurut satu pendapat, pencuri yang berada diluar rumah yang menerima barang itulah yang dipotong tangannya[9]. Dan pendapat lain mengatakan bahwa dua pencuri itu tidak ada yang dipotong. Pendapat ketiga, mengatakan pencuri yang mendekatkan barang ke lubang itulah yang dipotong tangannya.
Sedang pendapat ini berpangkal pada tepat atau tidaknya penamaan atas orang tersebut sebagai pencuri yang mengeluarkan suatu barang dari tempat penyimpanan[10].
Adapun mengenai macam barang yang dicuri, ulama sepakat bahwa itu semua barang yang dapat dimiliki, tidak berpikir, dapat dijual, dengan mendapatkan imbalan. Semua pencurian terhadap barang ini dikenai hukuman potong tangan kecuali barang-barang basah yang dapat dimakan.[11]. dan pencurian barang-barang pada dasarnya mubah untuk diambil, fuqoha memperselisihkannya.
Dan menurut Abu Hanifah, hukuman potong tangan tidak dikenai pada pencurian makanan dan barang-barang pada dasarnya itu boleh (mubah) untuk diambil seperti bintang buruan, kayu bakar dan rumput[12].
Sedangkan Abu Hanifah dalam melarang penjatuhan hukuman potong tangan pada pencurian makanan basah berpegang pada sabda Nabi:
لا قطع فى تمر ولا كتر (احرجه ابو داود والترمدي)
Tidak ada hukuman potong tangan pada pencurian buah, tidak pula pada anggur (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)ز
Dari persoalan ini fuqoha berselisih pendapat tentang seseorang yang mencuri hamba kecil yang gugu, tidak bisa mengerti pembicaraan. Jumhur fuqoha berpendapat bahwa pencuri itu di potong tangannya dan menurut Malik, jika sudah besar dan mengerti, maka pencuri itu di potong tangannya sedang Abu Hanifah tidak di potong.[13]
Sedang apabila yang mencuri anak kecil yang merdeka, menurut Malik pencurian di potong tangannya, sedang menurut Abu Hanifah, tidak di potong tangannya. Ini juga merupakan pendapat Ibnu Majisyun dari kalangan pengikut Malik.

IV. KESIMPULAN

Pencurian adalah mengambil barang orang lain secara sembunyi-sembunyi tanpa adanya amanat untuk menjaga barang tersebut. Sedang syarat- syarat  mencuri yaitu:
·       Baligh
·       Berakal
·       Barang yang di curi genap satu nishab.
·       Barang yang di curi milik sendiri.
Adapun apabila ke empat syarat tersebut sudah terpenuhi, tapi curiannya belum genap satu nishab maka belum kena hukuman potong tangan, tetapi bisa di ta’zir.

V.    PENUTUP

Demikianlah makalah ini saya susun. Saya yakin dalam makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Untuk itu saran dan kritik dari pembaca sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Semoga makalah ini bermanfaat. Amiin.

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA


Drs. Muh Rifa’i, Moh Zuhri “Kifayatul Akhyar”, Semarang
Drs.H.Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-Hul Qorib, Kudus,1983
Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Semarang; 1990
Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, PT. Al-ma’arif, Bandung; 1984

PENCURIAN (SHIRQAH)



Makalah
Disusun
Guna Memenuhi Tugas Mata Kuliah Fiqih Jinayah
Dosen pengampu  Drs. Solek M.Ag




 












Oleh
Suyoto (2104056)

 

FAKULTAS SYARI’AH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2005


[1] Drs.H.Imron Abu Amar, Terjemahan Fat-Hul Qorib, Kudus,1983, ha145
[2] Ibnu Rusyd, Bidayatul Mujtahid, Semarang; 1990. hal.637
[3] Ibnu Rusyd, Ibid hal. 637
[4] Drs. Muh Rifa’i, Moh Zuhri “Kifayatul Akhyar”, Semarang hlm. 381
[5] Ibnu Rusyd. Ibid hlm 637
[6] Ibnu Rusyd Ibid hal,644
[7] Drs. Moh rifa’I dkk. Ibid. hlm. 381
[8] Ibid. hlm. 383
[9] ibnu rusyd. Ibid. hlm. 648
[10] Ibnu Rusyd. Ibid. hlm. 648 
[11]  Sayid Sabiq, Fiqh Sunnah, PT. Al-ma’arif, Bandung; 1984. hlm 204
[12] Ibid. hlm. 207
[13] Op.Cit. hlm. 650

0 komentar:

Posting Komentar